Beli Pertamax Dapat Pertalite? Bongkar Modus Pengoplosan BBM

Pengoplosan BBM
Pengoplosan BBM

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh dugaan praktik Pengoplosan BBM atau bahan bakar jenis Pertamax dengan Pertalite.

Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya indikasi korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di tubuh PT Pertamina (Persero). Dugaan ini menimbulkan keresahan di kalangan konsumen, mengingat kualitas dan harga BBM yang mereka gunakan sehari-hari.

Kronologi Kasus Pengoplosan BBM

Pada akhir Februari 2025, Kejagung menetapkan sembilan tersangka terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang Pertamina, dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Salah satu tersangka utama adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Ia diduga melakukan impor produk kilang RON 90 (setara Pertalite) yang kemudian dioplos menjadi RON 92 (setara Pertamax) untuk dijual dengan harga Pertamax. Selain itu, Terminal PT Orbit Terminal Merak disebut sebagai lokasi pengoplosan BBM tersebut. Perusahaan ini diketahui merupakan milik salah satu tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejagung.

Respons Pertamina Kasus Pengoplosan BBM

Menanggapi isu ini, PT Pertamina (Persero) melalui VP Corporate Communication, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa produk BBM yang dijual ke masyarakat sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

Ia memastikan tidak ada praktik pengoplosan dalam distribusi BBM, dan narasi yang berkembang di masyarakat dianggap sebagai misinformasi. Pth Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, juga menekankan bahwa tidak ada proses perubahan Research Octane Number (RON) dalam distribusi BBM.

Menurutnya, Pertamax (RON 92) dan Pertalite (RON 90) diterima di terminal dalam bentuk sesuai spesifikasi, dan hanya dilakukan penambahan zat aditif untuk meningkatkan performa mesin kendaraan.

Pandangan Kejaksaan Agung

Berbeda dengan pernyataan Pertamina, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa temuan pengoplosan Pertamax dengan Pertalite sesuai hasil penyidikan. Menurut Kejagung, praktik ini merugikan konsumen yang membayar harga Pertamax namun mendapatkan kualitas BBM setara Pertalite.

Reaksi Masyarakat dan Pemerintah

Kasus ini memicu kemarahan dan kekecewaan di kalangan masyarakat. Banyak konsumen merasa tertipu karena membayar lebih untuk BBM yang seharusnya berkualitas lebih baik. Di media sosial, isu ini menjadi perbincangan hangat, dengan banyaknya keluhan dan tuntutan agar pihak berwenang mengambil tindakan tegas.

Komisi VII DPR RI juga merespons dengan serius kasus ini. Mereka mendesak agar Pertamina dibersihkan hingga ke akar-akarnya untuk memastikan tidak ada lagi praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Dampak Ekonomi dan Kepercayaan Publik

Dugaan praktik pengoplosan BBM ini tidak hanya merugikan konsumen secara finansial, tetapi juga berdampak pada kepercayaan publik terhadap Pertamina sebagai BUMN yang mengelola energi nasional. Jika praktik semacam ini benar terjadi, hal ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal dan membuka peluang bagi oknum-oknum untuk melakukan kecurangan.

Selain itu, kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah akibat korupsi ini dapat menghambat pembangunan dan pelayanan publik lainnya. Masyarakat berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum dapat menindak tegas pelaku korupsi dan memperbaiki sistem pengelolaan BBM di Indonesia.

Kesimpulan

Kasus dugaan pengoplosan Pertamax dengan Pertalite menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya energi nasional. Masyarakat berhak mendapatkan produk berkualitas sesuai dengan harga yang dibayarkan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan Pertamina untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang, serta memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan BBM di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *