Presiden Yoon Seokyeol: Darurat Militer hingga Demonstrasi

Presiden Yoon Seokyeol Baru Baru Ini Jadi Gunjingan dan Sorotan Publik Korea, Apa Yang Terjadi? Simak Disini Kronologi Lengkapnya!

Presiden Korea Selatan, Yoon Seokyeol, kembali menjadi pusat perhatian setelah pengumuman darurat militer yang menggemparkan pada malam 3 Desember 2024. Deklarasi tersebut, yang langsung menuai kritik luas, hanya berlangsung beberapa jam sebelum akhirnya dicabut pada dini hari 4 Desember 2024. Kini, Yoon Seokyeol menghadapi tekanan besar dari publik yang menyerukan pemakzulannya, menciptakan suasana politik yang mirip dengan pemakzulan Presiden Park Geunhye pada 2016.

Apa Yang Terjadi Dengan Presiden Yoon Seokyeol

Deklarasi Darurat Militer yang Kontroversial oleh Presiden Yoon Seokyeol

Dalam pidatonya yang emosional, Presiden Yoon menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas keputusannya yang dianggap tergesa-gesa. “Deklarasi darurat militer adalah hasil dari perhatian presiden atas situasi yang mendesak. Namun, dalam prosesnya, saya telah menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan terhadap masyarakat,” ujarnya.

Darurat militer yang diumumkan pada pukul 11 malam itu mencengangkan banyak pihak. Dua jam kemudian, pada pukul 1 dini hari, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk mencabut status tersebut. Setelah rapat kabinet pada dini hari, darurat militer resmi dicabut, menunjukkan tekanan politik yang sangat intens.

Yoon mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan ada deklarasi serupa di masa depan. Namun, ia juga menyatakan bahwa tanggung jawab untuk menstabilkan situasi negara akan diserahkan kepada partai-partai politik.

Demonstrasi Besar-Besaran di Seluruh Negeri karena Presiden Yoon Seokyeol

Keputusan darurat militer itu memicu serangkaian demonstrasi besar-besaran di seluruh Korea Selatan. Warga dari berbagai daerah seperti Samcheok, Ulsan, dan Gwangju di Provinsi Gangwon berbondong-bondong menuju Seoul untuk ikut serta dalam unjuk rasa. Di media sosial seperti X (sebelumnya Twitter), masyarakat membagikan panduan demonstrasi, termasuk daftar hotel di kawasan Myeongdong dan Gwanghwamun yang bisa digunakan untuk akses toilet bagi para demonstran.

Gelombang massa di jalan-jalan Seoul mencerminkan kegeraman rakyat terhadap pemerintahan Yoon. Banyak yang membandingkan situasi ini dengan masa-masa pemakzulan Park Geunhye, menciptakan rasa urgensi untuk berkumpul dan mempercepat proses hukum dan politik terhadap Yoon.

Respons Pemerintah dan Masa Depan Politik Yoon terhadap Presiden Yoon Seokyeol

Pemerintah berusaha menenangkan situasi dengan janji akan bertanggung jawab secara kolektif untuk menstabilkan politik dan administrasi negara. Namun, desakan untuk memakzulkan Yoon semakin kuat. DPR sedang mempersiapkan rapat penting untuk membahas dan melakukan voting terkait pemakzulan presiden.

Presiden Yoon sendiri menyatakan bahwa ia siap menghadapi konsekuensi hukum dan politik atas tindakannya. Namun, pernyataan ini belum mampu meredakan emosi publik yang merasa bahwa deklarasi darurat militer tersebut adalah bentuk ancaman terhadap demokrasi.

Mirip dengan Pemakzulan 2016?

Banyak warga melihat peristiwa ini sebagai pengulangan dari krisis politik 2016, ketika Presiden Park Geunhye dimakzulkan akibat skandal korupsi. Situasi yang hampir serupa, di mana demonstrasi besar-besaran memadati jalan-jalan utama Seoul, menciptakan rasa deja vu di kalangan masyarakat.

Namun, kali ini, isu yang dihadapi lebih terkait dengan hak-hak sipil dan kepercayaan publik terhadap pemimpin negara. Rakyat Korea Selatan kembali menunjukkan bahwa mereka tidak akan diam menghadapi ancaman terhadap demokrasi, baik dalam bentuk skandal politik maupun keputusan sepihak seperti darurat militer.

Penutup

Nasib Presiden Yoon Seokyeol kini berada di tangan parlemen dan rakyat Korea Selatan. Keputusan darurat militer yang berlangsung singkat tetapi berdampak besar ini mungkin menjadi salah satu momen paling menentukan dalam karier politiknya. Seperti yang ditunjukkan oleh demonstrasi besar-besaran dan tekanan dari DPR, rakyat Korea Selatan terus memperjuangkan demokrasi dan memastikan bahwa suara mereka tidak diabaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *