Disinyalir pihak tertentu sedang mengekang kebebasan pers, salah satu jurnalis Tempo dikirimi kepala babi. Apakah ini bentuk ancaman? Simak disini!
Kronologi Kejadian Jurnalis Tempo Dikirimi Kepala Babi

Pada Rabu, 19 Maret 2025, kantor redaksi Tempo di Jakarta menerima sebuah paket mencurigakan yang ditujukan kepada “Cica”. Cica merupakan panggilan akrab untuk Francisca Christy Rosana, seorang jurnalis politik dan pembawa acara podcast “Bocor Alus Politik”. Paket tersebut berisi kepala babi dengan kedua telinganya terpotong, yang ditemukan dalam kotak kardus berlapis styrofoam.
Paket tersebut tiba di kantor Tempo pada sore hari dan diterima oleh petugas keamanan. Francisca baru mengetahui keberadaan paket tersebut keesokan harinya setelah kembali dari tugas liputan. Saat membuka paket, bau busuk yang menyengat tercium, dan setelah dibuka, ditemukan kepala babi dengan kondisi mengenaskan.
Respon Tempo dan Pihak Istana Terhadap Jurnalis Tempo Dikirimi Kepala Babi
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menilai kiriman paket tersebut adalah bentuk teror terhadap kebebasan pers. Ia menyatakan bahwa redaksi sedang menyiapkan langkah selanjutnya sebagai respons atas kejadian ini.
Menanggapi peristiwa ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, memberikan komentar yang mengejutkan. Ia menyarankan agar kepala babi tersebut dimasak saja, dengan alasan bahwa Francisca sendiri meminta dikirimi daging babi, sehingga ia menilai tidak ada ancaman serius dalam kejadian tersebut. Pernyataan ini menuai kritik dari berbagai kalangan yang menilai bahwa komentar tersebut tidak sensitif terhadap situasi yang dialami jurnalis tersebut.
“Sudah, dimasak saja (kepala babinya). Saya lihat dari media sosialnya Francisca wartawan Tempo itu, itu dia justru minta dikirimin daging babi. Ya sama artinya dia gak terancam kan? Buktinya dia (masih) bisa bercanda kirimin daging babi” jawab Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Hal ini membangun banyak opini publik yang bilang bahwa karyawan Tempo itu sedang mengalami terror dan sedang ada yang mengancam untuk membunuhnya. Semakin jadi menjadi kritik yang dilontarkan oleh masyarakat kepada pihak pemerintahan.
Pola Berulang Dengan Kata Lain “Ancam”
Selain itu, Insiden ini mengingatkan publik pada peristiwa serupa yang terjadi pada tahun 2004, ketika Suciwati, istri almarhum aktivis HAM Munir Said Thalib, menerima bangkai ayam dan kertas yang menyatakan jangan melibatkan apapun tentang TNI sebagai bentuk teror setelah kematian suaminya. Munir, seorang aktivis HAM terkemuka, dibunuh dengan racun arsenik dalam penerbangan menuju Amsterdam pada 7 September 2004. Kasus pembunuhannya hingga kini masih menyisakan banyak tanda tanya dan menjadi simbol perjuangan melawan pelanggaran HAM di Indonesia padahal sudah jelas ada pelaku yang dicurigai dan jika memang pemerintah niat untuk mencari siapa pembunuhnya, rakyat yakin akan dengan gampang pembunuhnya terlacak.
Respon Masyarakat Terhadap Jurnalis Tempo Dikirimi Kepala Babi
Kejadian teror terhadap jurnalis Tempo ini memicu keprihatinan dari berbagai kalangan, terutama terkait dengan upaya mengekang kebebasan pers. Banyak netizen yang menyadari pola teror serupa yang terjadi terhadap aktivis dan jurnalis di Indonesia, di mana ancaman dan intimidasi sering kali digunakan untuk menciptakan ketakutan dan membungkam suara kritis. Hal ini jelas menentang tentang kebebasan pendapat secara demokrasi yang dijamin dalam pasal 28E ayat (3) UUD 19745, yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus teror terhadap jurnalis Tempo dan memastikan bahwa pelaku diadili sesuai hukum yang berlaku. Kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang harus dijaga dan dilindungi, serta menjadi indikator penting bagi kesehatan demokrasi suatu negara.
Aspirasi Masyarakat
Solidaritas dari sesama jurnalis, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat luas sangat diperlukan untuk mendukung kebebasan pers dan menolak segala bentuk intimidasi terhadap pekerja media. Hanya dengan dukungan bersama, kebebasan berekspresi dan hak untuk mendapatkan informasi yang akurat dapat terwujud di Indonesia.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk menegakkan kebebasan pers dan hak asasi manusia masih panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan keberanian dan solidaritas, kita dapat terus melangkah maju menuju masyarakat yang lebih adil dan demokratis