Site icon Wikimaroc

Irak Turunkan Persetujuan Nikah Dari 18 Tahun Jadi 9 Tahun

Irak Turunkan Persetujuan

Irak Turunkan Persetujuan Nikah Yang Legal Dari 18 Tahun Jadi 9 Tahun. Hal Ini Memicu Kontroversi Global. Ini Dia Berita Selengkapnya!

Irak tengah menghadapi perdebatan panas terkait amandemen Undang-Undang Status Pribadi No. 188, yang akan menurunkan usia minimum pernikahan dari 18 tahun menjadi 9 tahun. Jika disahkan, perubahan ini tidak hanya mengancam masa depan perempuan, tetapi juga berpotensi menghapus hak mendasar perempuan di negara tersebut.

Irak Turunkan Persetujuan Nikah Legal Dari 18 Tahun Jadi 9 Tahun

Amandemen Irak Turunkan Persetujuan Nikah yang Mengancam

Parlemen Irak, yang didominasi oleh koalisi partai Syiah konservatif, sedang bersiap untuk mengesahkan amandemen kontroversial ini. Selain menurunkan usia legal menikah, perubahan tersebut juga menghilangkan hak perempuan untuk bercerai, hak asuh anak, dan warisan. Langkah ini, menurut para pengusulnya, sejalan dengan interpretasi ketat terhadap hukum Islam, bertujuan “melindungi gadis muda dari hubungan tidak bermoral.”

Namun, para aktivis hak asasi manusia dan peneliti melihatnya sebagai upaya politik untuk mengonsolidasikan kekuatan kelompok tertentu. Dr. Renad Mansour, peneliti senior di Chatham House, menyebut langkah ini sebagai bagian dari strategi koalisi Syiah untuk mendapatkan kembali legitimasi ideologis yang telah memudar selama beberapa tahun terakhir.

Dampak Langsung pada Anak Perempuan dan Perempuan

Jika usia legal menikah diturunkan menjadi 9 tahun, gadis muda rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Di usia tersebut, anak perempuan belum siap secara emosional atau fisik untuk menghadapi tanggung jawab pernikahan, kehamilan, dan rumah tangga.

Selain itu, penghapusan hak perempuan dalam perceraian dan hak asuh anak akan memperburuk situasi, membuat mereka semakin bergantung pada pasangan mereka tanpa jalan keluar dari hubungan yang berpotensi penuh kekerasan. Dalam masyarakat yang sudah menghadapi tingkat pernikahan anak yang tinggi, seperti yang dilaporkan UNICEF dengan 28% perempuan Irak menikah sebelum usia 18 tahun, amandemen ini hanya akan memperparah krisis.

Konteks Sosial dan Budaya

Sejak diperkenalkan pada tahun 1959, UU 188 dianggap sebagai salah satu undang-undang paling progresif di Timur Tengah, mengatur urusan keluarga terlepas dari sekte agama. Namun, celah dalam undang-undang ini memungkinkan pemimpin agama meresmikan ribuan pernikahan setiap tahun, termasuk pernikahan anak perempuan berusia 15 tahun dengan izin ayah mereka.

Amandemen baru ini akan memperburuk situasi dengan memberikan legitimasi hukum pada pernikahan berbasis agama. Hal ini menempatkan gadis-gadis muda pada risiko tinggi, termasuk kekerasan seksual, kehamilan dini, dan putus sekolah. Bahkan, akses ke layanan kesehatan dan pendidikan dapat menjadi semakin sulit karena pernikahan yang tidak tercatat sebelumnya kini dilegalisasi.

Reaksi dan Penolakan terhadap Irak Turunkan Persetujuan Nikah

Gelombang protes telah muncul dari berbagai kalangan, termasuk organisasi perempuan, aktivis HAM, dan masyarakat sipil Irak. Mereka menolak keras amandemen ini karena dinilai merusak tatanan sosial Irak dan menghapus hak-hak perempuan yang telah diperjuangkan selama beberapa dekade.

Athraa Al-Hassan, direktur Model Iraqi Woman, menyuarakan kekhawatiran bahwa Irak sedang bergerak menuju sistem pemerintahan berbasis agama, seperti yang diterapkan di Afghanistan dan Iran, di mana kekuasaan agama mendominasi negara.

Masa Depan yang Tidak Pasti

Walaupun kritik domestik dan internasional terus meningkat, parlemen Irak tampaknya bertekad untuk melanjutkan proses ini. Jika amandemen disahkan, ini akan menjadi pukulan besar bagi perjuangan hak asasi manusia di Irak, khususnya bagi perempuan dan anak-anak.

Komunitas internasional harus memainkan peran penting dalam menekan pemerintah Irak untuk mempertimbangkan kembali langkah ini. Dunia kini menunggu apakah Irak akan bergerak maju sebagai negara yang menghormati hak-hak asasi manusia atau mengambil langkah mundur yang akan mengorbankan generasi masa depannya.

Exit mobile version