Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Pada Anak Sekolah Dasar. – Anak pendek atau stunting masih menjadi masalah utama pembangunan manusia di Indonesia. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Indonesia masih 24,4%. Selain itu, prevalensi retardasi adalah 20,9% di Jawa Tengah dan 21,3% di Semarang.

Stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kekurangan gizi jangka panjang, yang mengakibatkan pertumbuhan terhambat pada anak, terutama pada anak yang tinggi badannya di bawah standar untuk usia atau pendek (dwarfisme).

Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Pada Anak Sekolah Dasar.

Banyak faktor yang menyebabkan pola asuh yang buruk antara lain pola asuh yang buruk, pola makan yang belum mengenalkan gizi seimbang, kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi, serta penyakit infeksi yang berulang.

Mahasiswa Kkn T Undip Berikan Pemahaman Dampak Stunting Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kegagalan berkembang merupakan ancaman besar bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia, sekaligus ancaman terhadap daya saing negara. Pasalnya, perkembangan fisik anak yang terlambat tidak hanya terganggu

(pendek/kurcaci) juga mengganggu perkembangan otak, yang tentunya berdampak signifikan terhadap kemampuan dan kinerja sekolah, produktivitas dan kreativitas dalam kehidupan produktif.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui cara mengenali sejak dini terjadinya growth spurt dan mencegah growth spurt pada anak agar tumbuh kembang tetap optimal dan anak menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. ISMKMI II Field Creative Writing Competition (CWC) dan Lomba Video Promosi Kesehatan WORKSHOP ECHO TIME Capacity Building Capacity Building One Vision Meeting Renewed Theme Day Miracle Public Health Competition (MPHC) Bakti Sosial dan Sosialisasi MUSMA MUSANGHONG TIME Banussion MUSANGMore )

Berbagai masalah khususnya bidang kesehatan telah menjadi masalah serius di berbagai negara di dunia, salah satunya adalah masalah gizi. Di berbagai negara yang masih miskin atau negara berkembang, masalah anak pendek atau stunting yang secara medis dikenal dengan stunting merupakan masalah gizi yang sangat umum terjadi (UNICEF, 2013). Pada 2017, benua Asia menyumbang lebih dari separuh anak-anak stunting di dunia sebesar 55%, menyusul Afrika sebesar 39%. Di antara tingkat stunting keseluruhan pada anak balita di Asia, Asia Selatan menduduki peringkat pertama dengan 58,7%, diikuti oleh Asia Tenggara dengan 14,9% (Perkiraan Bersama Malnutrisi Anak, 2018). Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara sub-kawasan Asia Tenggara, hal ini perlu dikritisi lebih lanjut.

Perkembangan Motorik, Bahasa, Psikososial Balita Stunting: Literature Review

Menurut laporan World Health Organization (WHO), diantara 3 negara dengan prevalensi pembangunan tertinggi di Southeast Asia Regional Region (SEAR), Indonesia rata-rata mencapai 36,4% pada tahun 2015-2017. (Toolkit Visualisasi Data Perkembangan Anak, WHO, 2018). Hal ini juga sesuai dengan yang harus diprioritaskan untuk pencegahan saat ini, mengingat gizi kurang merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan masalah gizi lainnya, berdasarkan data Surveilans Gizi (PSG) tahun 2015-2017. kurus, obesitas atau gizi buruk (Dirjen Kesehatan). Masyarakat, 2018.

Insufisiensi adalah jenis defisiensi yang disebabkan oleh akumulasi nutrisi yang tidak mencukupi yang dapat bertahan hingga usia kehamilan 24 bulan (Kusharisupeni, 2002; Hoffman). et al., 2000). . Secara sederhana, stunting atau stunting adalah kondisi dimana tinggi badan anak tergolong pendek atau pendek dibandingkan dengan tinggi badan ideal untuk anak usia stunting. Untuk dapat mengaitkan penurunan dengan peningkatan tinggi badan pada saat pengukuran, WHO telah menetapkan indeks yang dapat digunakan. Pengukuran ini didasarkan pada tinggi badan anak menurut umur (TB/U), dengan kriteria keterlambatan jika Z skor BB/U < -2 Standar Deviasi (SD) (Picauly & Toy, 2018; Mucha, 2012). Beberapa ahli telah mengeksplorasi efek atau risiko potensial dari penurunan prestasi akademik (Picaully & Toy, 2013), peningkatan kemungkinan obesitas (Hoffman et al., 2000; Timaeus, 2012), dan peningkatan keterlambatan. peningkatan risiko penyakit tidak menular (UNICEF, 2013).

Secara ringkas terdapat 4 aspek utama yang mempengaruhi peningkatan laju tumbuh kembang pada anak yaitu faktor lingkungan, sosial dan ekonomi, faktor gizi, peran keluarga serta kondisi ibu dan calon ibu. Namun jika kita telaah lebih jauh, kita masih bisa melihat sub faktor lain yang mendukung munculnya 4 penggerak utama pertumbuhan tersebut.

Ada beberapa faktor lain yang menjadikan hal ini sebagai salah satu dari 4 penyebab utama keterlambatan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Aspek ketahanan pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan atau faktor ekonomi keluarga, karena makanan bergizi bisa dibilang sama dengan kemampuan masing-masing keluarga untuk mendapatkannya. Tingkat pendidikan orang tua juga tergantung pada tingkat pemahaman orang tua tentang pentingnya nutrisi yang tepat untuk bayi dan cara melakukannya. Di sisi lain, segala kebersihan lingkungan juga mempengaruhi tingkat gizi yang mereka terima, karena kebersihan lingkungan tempat anak dibesarkan juga mempengaruhi aspek optimalnya penyerapan gizi anak.

Mengenal Stunting Dan Dampaknya Bagi Remaja

Faktor kunci penyebab stunting adalah asupan gizi anak, kembali ke pengertian stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami keterlambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh kekurangan gizi. Nutrisi yang berbeda adalah jenis nutrisi yang harus didapatkan bayi atau nutrisi esensial seperti protein. Pada tahun 2017, 31,9% balita di Indonesia kekurangan protein (Dirjen Kesehatan Masyarakat, 2017). Selain itu, inisiasi menyusu dini juga mempengaruhi seberapa baik anak menerima nutrisi. ASI dikaitkan dengan nutrisi yang baik untuk anak, karena ASI adalah sumber nutrisi utama bagi anak. Pemberian MP-ASI yang lebih jarang juga merupakan faktor lain yang meningkatkan risiko perkembangan (Padmadas et al., 2002). Penelitian terkait juga telah dilakukan di Etiopia, dimana bayi dari ibu dengan konsentrasi seng rendah dalam ASI memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi (Assefa et al., 2013).

Peran keluarga juga mempengaruhi resiko perkembangan anak. Pemahaman orang tua akan pentingnya gizi anak secara tidak langsung menjadi kunci gizi anak yang optimal. Dengan memahami orang tua sebagai pengasuh utama dalam kesadaran anaknya akan gizi dan perilaku kesehatan lainnya, ia dapat mendukung pola asuh yang ia turunkan kepada anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan tumbuh kembang anak yang dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Aspek utama terakhir adalah kondisi ibu dan calon ibu. Kondisi ibu dan calon ibu meliputi usia kehamilan ibu, usia ibu saat hamil, dan postur tubuh ibu. Jika usia kehamilan ibu masih muda yaitu di bawah 20 tahun, maka risiko bayi lahir dengan berat badan rendah menjadi tinggi (Riskesdas, Balitbangkes, 2013). BBLR sendiri mempengaruhi 20% dari bayi akhir bulan. Selain itu, postur tubuh ibu juga memengaruhi risiko stunting pada anak. Ibu hamil yang pendek dan/atau rendah energi secara kronis meningkatkan prevalensi stunting pada anak mereka di masa depan. Artinya, selain gizi anak, gizi calon ibu juga berperan penting dalam penyebab tumbuh kembang anak.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, sosial ekonomi, gizi, peran keluarga serta kondisi ibu dan calon ibu. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di Indonesia yang sangat tinggi memerlukan kerjasama antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat. Solusi yang mungkin termasuk memberdayakan calon orang tua, memantau konselor menyusui setelah pelatihan, meningkatkan kampanye pemberian makan bayi, memberikan konseling dan pendidikan tentang makanan pendamping ASI formal, dan memantau ketahanan pangan masyarakat.

Dispendik Opd Img_20210104_130826_058_compress5.jpg

Assefa H, Belachew T, Negash L, 2013. Faktor sosial-ekonomi yang terkait dengan peningkatan berat badan dan tinggi badan remaja di Distrik Jimma, Ethiopia Barat Daya: Studi cross-sectional. Hindawi Publishing Corporation ISRN Public Health Volume ID Artikel 238546, 7 halaman http://dx.doi.org/10.1155/2013/238546

Hoffman DJ, Sawaya AL, Verreschi I, Tucker KL, Roberts SB, 2000. Mengapa anak kurang gizi berisiko lebih tinggi mengalami obesitas? Sebuah studi tentang laju metabolisme dan oksidasi lemak pada anak-anak tunawisma di São Paulo, Brasil. Am J Clin Nutrition 72:7027.

Kusharisupeni, 2002. Peran Posisi Kelahiran pada Retardasi Pertumbuhan Bayi: Studi Prospektif, Jurnal Kedokteran Trisakti, 2002, 23: 73-80.

Kolaborator. 2015. Stunting (Stunting) dan Intervensi Pencegahan Stunting (Tinjauan Pustaka). Kesehatan Masyarakat, 2(6), 254-261.

Laporan Miniproject Andi Nur Patria Sdn 020 Kariangau

Padmadas SS, Hutter I, Willekens F, 2002. Pola inisiasi penyapihan dan perkembangan linier selanjutnya di antara anak usia 2-4 tahun di India. Jurnal Epidemiologi Internasional, 31: 855-63.

Permainan Picauli, Intje dan Sarci Magdalena. 2013. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting terhadap Prestasi Akademik Siswa Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Pangan dan Gizi, 8(1), 55-62.

Riskesdas, 2013. Pemaparan Hasil Kajian Pokok Kesehatan Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kunjungi www.litbang.depkes.go.id pada tanggal 10 Desember 2013.

Timæus, IM, 2012. Anak pengerdilan dan obesitas: penilaian menggunakan data longitudinal dari Afrika Selatan, International Journal of Epidemiology;19 doi:10.1093/ije/dys026.

Pdf) Analisis Determinan Dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah Di Kupang Dan Sumba Timur, Ntt (the Determinant Analysis And The Impact Of Stunting For School Children School Performance In Kupang

Dana Anak-anak PBB, Organisasi Kesehatan Dunia, Grup Bank Dunia. 2018. Tingkat dan tren malnutrisi anak: Temuan utama dari Penilaian Malnutrisi Anak edisi 2018.

Pengaruh game online terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh handphone terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh game online terhadap prestasi belajar, pengaruh motivasi terhadap prestasi belajar mahasiswa, pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar, pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh media pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh internet terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh ekonomi keluarga terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh handphone terhadap prestasi siswa, pengaruh media sosial terhadap prestasi belajar siswa

By admin